Sinergi Jadi Kunci Transformasi Ekonomi di Tengah Ancaman Deindustrialisasi dan Minimnya Inovasi
Indonesia tengah berada di persimpangan penting dalam perjalanan ekonominya. Di satu sisi, sektor industri masih menjadi tulang punggung Produk Domestik Bruto (PDB). Namun di sisi lain, kontribusinya terus menurun – dari sekitar 26% di awal 2000-an menjadi hanya 19% pada kuartal pertama 2025. Fenomena ini menjadi sinyal kuat bahwa Indonesia sedang menghadapi tantangan deindustrialisasi dini.
Ekonom dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Fithra Faisal Hastiadi, menilai kondisi ini sebagai alarm bagi masa depan ekonomi nasional. “Purchasing Managers Index (PMI) bulan April turun ke angka 4,67 – menunjukkan kontraksi. Ini terjadi karena produsen menumpuk stok barang untuk permintaan yang tak kunjung datang,” ungkapnya dalam Innovation Summit Southeast Asia 2025 (ISSA) di Jakarta. Hal ini sejalan dengan data kuartal I/2025 Badan Pusat Statistik (BPS), yang menunjukkan kontraksi pertumbuhan industri non-migas seperti industri alat angkutan yang mengalami -3.46% yoy, industri mesin -1.38% yoy, dan sektor tembakau yang mengalami kontraksi terdalam yaitu -3.77% yoy.
Menurut Fithra, solusi jangka panjang bukan sekadar stimulus ekonomi, melainkan integrasi kembali ke jaringan produksi global melalui liberalisasi perdagangan dan reformasi kebijakan domestik. “Koherensi kebijakan dan reformasi regulasi adalah fondasi utama. Tanpa itu, industri kita akan terus tertinggal,” tegasnya.
Fithra menekankan pentingnya sinergi lintas sektor melalui pendekatan quadruple helix—kolaborasi antara pemerintah, industri, akademisi, dan komunitas. “Kita butuh faktor penyatu yang mampu mendorong lompatan pembangunan. Bukan sekadar program jangka pendek, tapi konsensus pertumbuhan jangka panjang,” ujarnya.
Senada dengan itu, Prof. Bustanul Arifin dari Universitas Lampung menyoroti lemahnya dukungan terhadap riset dan inovasi. “86% pendanaan riset masih berasal dari sektor publik. Partisipasi swasta hanya 14%. Padahal, inovasi tak bisa berjalan tanpa kemitraan yang kuat,” jelasnya.
Ia juga menyinggung hambatan regulasi yang menghambat implementasi insentif riset. “Undang-Undang sudah mengatur insentif pajak untuk investasi R&D, tapi implementasinya masih jauh dari harapan.”
Bustanul menegaskan bahwa inovasi tidak bisa lagi dilakukan secara top-down seperti di era sentralisasi. Ia mendorong model kolaboratif seperti ABG (Akademisi, Bisnis, Pemerintah) dan Quadruple Helix yang juga melibatkan masyarakat sipil. “Bahkan jika hanya satu atau dua kemitraan yang berhasil, dampaknya bisa sangat besar,” tambahnya.
Baca Juga: Menteri Maman Ajak Industri Waralaba Perkuat Ragam Bisnis UMKM
Sementara itu, mantan Direktur Riset Kebijakan dan Kolaborasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Prof. Tikki Pangestu, menyoroti pentingnya menjembatani riset dan kebijakan publik. “Banyak riset di Indonesia yang hanya berhenti di jurnal. Padahal, kita punya lembaga seperti BKPK yang seharusnya menjadi penghubung antara sains dan kebijakan,” ujarnya.
Ia juga menekankan pentingnya regulasi yang proporsional, khususnya di sektor kesehatan. Salah satu contohnya adalah perlunya pendekatan berbasis bukti dalam mengatur produk tembakau alternatif. “Dua dari tiga pria Indonesia adalah perokok. Kita perlu mempertimbangkan solusi seperti THR (Tobacco Harm Reduction) untuk menurunkan beban penyakit kronis,” jelasnya.
Dalam sesi yang sama Senior Partner di firma konsultansi global Roland Berger, Ashok Kaul, menyampaikan pandangannya yang senada dengan Prof. Tikki Pangestu. Ia menggambarkan transformasi industri sebagai proses yang tidak bisa dilepaskan dari tiga pilar utama: penawaran, permintaan, dan kebijakan yang menjembatani keduanya.
Menurut Ashok, pilar pertama adalah sisi penawaran (supply side), dimana industri harus diberi ruang dan insentif untuk bereksperimen, berinovasi, dan menciptakan produk unggulan. Tanpa kebebasan untuk mencoba hal baru, industri akan stagnan dan tertinggal.
Pilar kedua adalah sisi permintaan (demand side), yang menurutnya harus diatur dengan regulasi yang melindungi konsumen, namun tidak membatasi laju inovasi. Pilar ketiga, dan yang paling krusial menurut Ashok, adalah titik temu antara penawaran dan permintaan—disinilah peran pemerintah menjadi sangat strategis. Ia menekankan pentingnya kebijakan yang berbasis risiko (risk-proportionate regulation), yaitu kebijakan yang mempertimbangkan potensi risiko tanpa mematikan potensi inovasi.
Baca Juga: Imbas Perang Tarif, Berkah buat Industri Otomotif Nasional?
“Di sinilah peran kebijakan fiskal seperti pajak menjadi paling menentukan. Saya pendukung kuat regulasi berbasis risiko (risk-proportionate regulation),” ujar Ashok.
Ashok mengungkapkan bahwa langkah Pemerintah Indonesia yang memberikan insentif untuk mendukung adopsi kendaraan listrik yang memiliki tingkat emisi lebih rendah dibandingkan kendaraan berbahan bakar fosil merupakan salah satu contoh nyata penerapan regulasi berbasis risiko.
Para pakar sepakat bahwa masa depan transformasi industri Indonesia bergantung pada kemampuan untuk membangun ekosistem kolaboratif, mendorong inovasi lintas sektor, dan merancang kebijakan yang inklusif dan berorientasi jangka panjang. Tanpa itu, mimpi menuju ekonomi berbasis pengetahuan akan semakin menjauh.
下一篇:2025世界建筑设计大学排名
相关文章:
- Pengusaha Gak Ada Kewajiban Bayar THR ke Ormas
- Giring Merasa PSI Sering Dipersulit Untuk Maju Pemilu 2024
- Polisi Selidiki Motif Tersangka Penganiaya Anak Politisi PDIP di Tol Pakai Plat RFH
- Berapa Kalori yang Terbakar saat Jalan Kaki 30 Menit?
- 牛津大学艺术专业怎么样?
- Calon Haji Asal Pasar Minggu Meninggal Dunia Tak Lama Setelah Mendarat di Bandara Madinah
- Protokol Baru AHKFTA Buka Peluang Besar Tingkatkan Volume Perdagangan RI di ASEAN dan Hongkong
- Tinjau Sirkuit H
- Kemenpar Tingkatkan Kapasitas SMD Bidang Pelayanan Publik dan Informasi
- Berapa Kalori yang Terbakar saat Jalan Kaki 30 Menit?
相关推荐:
- Perlukah Reapply Sunscreen? Ini Kata Dokter
- 交互设计国外留学作品集制作攻略!
- Tak Dengar Peringatan Warga, Lansia Tewas Tertabrak Kereta di Pondok Kopi, Tubuh Terbelah 5 Bagian
- Jeje Govinda dan Adik Kandung Raffi Ahmad Langsung Nyaleg di Jawa Barat Setelah Resmi Gabung PAN
- 2025全球摄影专业大学排名汇总!
- Selama Juni
- Jokowi Buka Suara Terkait Vonis Ferdy Sambo Cs yang Dapat Diskon Hakim MA
- Rogoh Rp10 Miliar Demi Bisa Pulang, Djoko Tjandra: Uang Saya Kan Banyak
- Wamen Ekraf Tekankan Pentingnya Sektor Penerbit dan Buku dalam Ekonomi Kreatif
- 东京艺术大学映像研究科详细解析
- Ikon Musik Rock David Bowie Resmi Jadi Nama Jalan di Paris
- Jetour Jadi Merek Otomotif China dengan Pertumbuhan Tercepat
- Arab Saudi Bangun The Rig, Taman Hiburan di Tengah Laut Bertema Minyak
- 意大利工业设计学校有哪些?
- Harga Pertamax Turun Jadi Rp12.950, Pengendara: Beli Rp100 Ribu Masih Dapat Lumayan
- Beredar Video Tim Pemenangan Pramono
- 5 Trik Bertahan Hidup ala Anak Kos, 'Ngasal' Hasil Maksimal
- Keren, OCA Sematkan AI untuk Perluas Layanan Chatbot yang Lebih Pintar dan Efisien
- 艺术留学纽约电影学院怎么样?
- Catat! Ini Ketegori Guru yang Bisa Daftar PPPK 2024 Tahap 2, Dibuka Mulai 17 November